Tantangan Regulasi dan Etika di Media Sosial
Cerdas Dalam Beretika dan Kebebasan
Berekspresi di Media Sosial
Perkembangan
teknologi di era globalisasi pada saat ini semakin pesat dan maju, terutama di
bidang teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
keberadaan gadget atau smartphone yang terus menerus menciptakan model serta
aplikasi-aplikasi baru didalamnya. Era Cyber pun lahir, internet juga tercipta
yang membawa fenomena baru di segi media
massa dan kemudian terbentuklah media massa baru yang hingga saat ini semakin
banyak dikenal masyarakat yaitu media sosial. Media sosial tersebut merupakan
sebuah media online, dimana para pengguna dapat dengan mudah berbagi,
bercerita, bertukar pikiran dan bahkan menemukan teman lama yang jarang bertemu
sekalipun. Untuk saat ini, didalam smartphone sudah banyak terdapat
aplikasi-aplikasi dari media sosial yang banyak digemari oleh anak muda hingga
orang dewasa, yaitu Facebook, Twitter, BBM, Path, Instagram dll.
Teknologi
yang semakin maju tersebut, banyak membawa dampak positif maupun negatif kepada
perilaku, etika, sikap dan moral bagi para penggunanya. Dari dampak positifnya
dapat ditemui sekarang ini media sosial digunakan sebagai sarana untuk
berkreasi, bermain game serta bisnis online juga banyak ditemui belakangan
terakhir ini, bukan hanya sebagai media untuk bergaul saja melainkan juga dapat
digunakan sebagai sarana untuk mencari uang itu yang ditemui dari segi
positifnya. Sedangkan dari dampak negatifnya juga banyak yang menjadikan media
sosial ini sebagai media untuk tindak kejahatan seperti misalnya kasus penipuan,
pencemaran nama baik, pornografi, dan juga prostitusi online yang terjadi
beberapa bulan terakhir ini.
Mengambil
tema dari sebuah tantangan regulasi dan etika di media sosial, ditemukan kasus
yang banyak terjadi di kalangan masyarat yaitu pencemaran nama baik. Kebebasan
berekspresi dan mengemukakan pendapat di media sosial seolah-olah menjadikan
hal yang biasa saja, akan tetapi di balik semua itu bisa saja mengakibatkan hal
yang berakibat fatal. Sebagai contoh yang dapat kita ambil yaitu kasus
penghinaan yang dilakukan oleh seorang mahasiswi Universitas Gajah Mada yaitu Florence
Sihombing. Hal tersebut terjadi ketika ia mengungkapkan kekesalannya karena tak
bisa menyerobot antrian di SPBU. Mahasiswa asal medan tersebut kemudian
menuliskan kekesalannya tersebut di media sosial Path “Jogja miskin tolol dan
tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal di jogja”,
ungkapnya, yang kemudian menjeratnya dengan Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45
ayat 1, dan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 Undang-undang ITE. (Kompas.com dan
Jawapos.com, diakses pada 17 Juni 2014, Pukul 00.30 WIB)
Menyikapi
hal tersebut keberadaan UU ITE kini banyak yang mengecam sebab undang-undang
tersebut dinilai dapat membatasi ruang lingkup bagi yang menggunakannya untuk
dapat berekspresi dan mengemukakan pendapat. Tidak seharusnya segala bentuk
penghinaan dan pencemaran nama baik yang terjadi di media sosial selalu dibawa
ke ranah hukum, apabila kesalahan tersebut masih dalam ukuran yang kecil atau
sepele maka langkah yang terlebih dahulu dilakukan yaitu dengan cara meminta
maaf kepada pihak yang merasa dirugikan. Maka dengan demikian kasus yang
seharusnya kecil bisa dilakukan dengan cara damai dan adil. Masih banyak kasus
besar yang harus diselesaikan seperti halnya koruptor, karena dalam kasus yang
besar seperti koruptor saja bisa diselesaikan dengan hukum yang ringan.
Kemajuan
teknologi memang harus didukung dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, akan tetapi kita juga harus menghormati kepentingan orang lain.
Dengan demikian, maka tidak akan terjadi permusuhan dan perselisihan yang
mengakibatkan hinaan dalam menggunakan media sosial tersebut. Dalam penggunaan
media sosial itu sendiri seharusnya juga dilakukan secara bijak dan jangan
setiap saat saja untuk membuka media sosial tersebut, karena kecanduan media
sosial juga dapat merubah psikologi orang tersebut, menjadikan orang tersebut
tidak bisa bergaul dengan lingkungan sekitarnya, dan menjadikan seseorang lupa
akan tugas dan kewajibannya kepada Tuhan-Nya sendiri. Untuk itu marilah kita ciptakan
budaya teknologi yang bersih dan sehat.
Daftar
Pustaka
http://www.jawapos.com diakses
pada tanggal 17 Juni 2015, Pukul 00.30 WIB
http://tekno.kompas.com diakses pada tanggal
17 Juni 2015, Pukul 00.30 WIB
Komentar
Posting Komentar