Formulasi Masalah Dalam Metode Penelitian
Formulasi Masalah Dalam Metode Penelitian
A.
Pengertian Formulasi
Masalah
Setiap proses meneliti atau penelitian harus memiliki sebuah masalah penelitian
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam mssalah yang
dipecahkan tersebut. Perumusan masalah penelitian
merupakan langkah kerja yang tidak mudah, termasuk para peneliti yang sudah
berpengalaman sekalipun. Padahal, apabila dicermati, masalah itu selalu ada di
lingkungan sekeliling kita. Pemecahan yang dirumuskan dalam penelitian, sangat
berguna untuk membersihkan kebingungan kita terhadap berbagai hal atau
fenomena, untuk mengatasi rintangan ataupun untuk menutupi celah antar kegiatan
atau fenomena. Oleh karena itu, peneliti harus dapat memilih suatu masalah bagi
penelitiannya dan
kemudian merumuskannya untuk
memperoleh jawaban terhadap masalah tersebut. Perumusan masalah merupakan hal
yang paling penting dari penelitian, dan merupakan langkah awal yang penting
sekaligus sebagai pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.
Formulasi
masalah merupakan upaya untuk mengungkap berbagai hal berkaitan dengan masalah
yang akan dijawab atau dipecahkan setelah tindakan dilakukan. Formulasi masalah
merupakan titik tolak hipotesis yang akan dikemas menjadi judul penelitian,
sehingga harus jelas, padat dan tidak bertele-tele serta berisi implikasi
menunjukkan adanya data untuk memecahkan masalah. Dalam formulasi masalah ini,
hendaknya peneliti menghindari rumusan masalah yang terlalu umum atau terlalu
sempit, bersifat local atau terlalu argumentative. Masalah yang telah
dipilih perlu diformulasikan secara komprehensif, jelas, spesifik dan
operasional, sehingga memungkinkan peneliti untuk memilih tindakan yang tepat. Formulasi masalah dapat
dilakukan dalam kalimat pernyataan, pertanyaan atau menggabungkan keduanya.
Seorang peneliiti yang berpengalaman akan mudah
menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya, dan seringkali peneliti
tersebut menemukan permasalahan secara naluriah, yaitu tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara menemukannya. Cara-cara menemukan permasalahan ini, telah
diamati oleh Buckley dkk (1976) yang menjelaskan bahwa permasalahan dapat
dilakukan secara formal maupun informal. Cara formal melibatkan prosedur yang
menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak
rutin. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan
cara informal.
Cara-cara formal (menurut metodologi penelitian) dalam
rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternati-alternatif
berikut ini:
1.
Rekomendasi suatu riset. Laporan penelitian pada bab
terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan
kemungkinan lanjutan atau penelitian lanjutan atau penelitian lain yang
berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan.
2.
Analogi
merupakan suatu cara penemuan permasalahan dengan cara mengambil pengetahuan
dari bidang ilmu lain dan menerapkannya kebidang yang diteliti. Dalam hal ini,
dipersyaratkan bahwa kedua bidang haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang
penting.
3.
Renovasi yaitu
merupakan cara yang dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari
suatu teori.
4.
Dialektik yang
berarti tandingan atau singgahan. Cara dialektik merupakan cara agar peneliti
dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan
terhadap teori yang sudah ada.
5.
Ekstrapolasi
adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat trend suatu teori atau trend
permasalahan yang dihadapi.
6.
Morfologi adalah
suatu cara mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam
suatu permasalahan yang rumit dan kompleks.
7.
Dekomposisi
merupakan cara penjabaran suatu permasalahan dan dipecahkan dengan
komponen-komponen masing-masing
8.
Agregasi
merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat
mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang dan
mengumpulkannya untuk membentuk suatu permasalahan yang lebih rumit dan
kompleks.
Cara-cara
informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan
alternati-alternatif berikut ini:
1.
Konjektur
(naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara naluriah dan tanpa
dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian dasar-dasar atau latar belakang
permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah.
Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap
lingkungannya.
2.
Fenomenologi
merupakan suatu permasalahan baru yang dapat ditemukan berkaitan dengan
fenomena atau kejadian yang dapat diamati secara langsung
3.
Konsensus
merupakan sebuah frasa untuk menghasilkan atau menjadikan sebuah kesepakatan
yang disetujui secara bersama-sama antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan dan penelitian yang
dilakukan dalam kolektof intelijen untuk mendapatkan konsendus pengambilan
keputusan.
4.
Pengalaman
merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman akan dari sebuah kegagalan
mendorong permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman
keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan.
Dilihat
dari segi isi (content) rumusan masalah, ataupun dari kondisi penunjang yang
diperlukan dalam pemecahan masalah yang telah dipilih. Apabila
dikalsifikasikan, setidaknya ada tiga ciri masalah yang baik, sebagai berikut:
1.
Masalah harus memiliki
nilai penelitian, artinya:
a. Mempunyai
nilai keaslian
b. Menyatakan
suatu hubungan (setidaknya memiliki 2 variabel)
c. Merupakan
hal yang penting
d. Dapat
diuji
e. Dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan
2.
Masalah harus memiliki
kelayakan (feasible), artinya:
a. Data
serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia
b. Biaya,
sesuai kemampuan
c. Waktu
d. Biaya
dan hasil harus balance
e. Administrasi
dan sponsor harus kuat
f. Tidak
bertentangan dengan hukum & adat.
3.
Masalah harus sesuai
dengan kualifikasi peneliti
a. Menarik
bagi si peneliti
b. Sesuai
dengan kualifikasi
Beberapa
petunjuk yang dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam memformulasikan masalah
sebagai berikut:
1.
Masalah hendaknya
diformulasikan secara jelas, artinya tidak mempunyai makna ganda.
2.
Masalah peneliti dapat
dituangkan dalam kalimat Tanya.
3.
Formulasi masalah
umumnya menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih.
4.
Formulasi masalah
hendaknya dapat diuji secara empiris. Maksudnya, dengan formulasi maslah itu
memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
5.
Formulasi masalah menunjukkan
secara jelas subjek dan atau lokasi penelitian.
REFERENSI
Dr.
Ir. Masyuri, MP & Dr. M. Zainudin, MA. Metodologi Penelitian. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_teknik.../PerumusanMasalah_UGM.pdf
Komentar
Posting Komentar